PENDAHULUAN
Jipang adalah desa di kecamatan Bantarkawung, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia. Penduduknya memiliki mata pencaharian yang beragam, mulai petani,
pedagang, pegawai negeri sipil (terutama guru), hingga merantau ke kota-kota
besar. Tingkat
pendidikan penduduknya terus berkembang, terbukti dari banyaknya lulusan
perguruan tinggi terkenal seperti UGM,ITB,UI,IPB,Unpad, Undip. Bahasa sehari hari yang
digunakan adalah bahasa sunda perpaduan dialek Timur Laut ( Kuningan, Cirebon)
juga bahasa sunda
dialek Timur Tenggara ( Ciamis Banjar ). Di desa ini juga hidup dan berkembang
sejumlah seni budaya, antara lain calung, reog, wayang golek, jaipongan, dan
kacapi suling di bawah asuhan Bp. Samyad di Dukuh Parenca. Produk industri
rumah tangga makanan ringan
yang dihasilkan antara lain, Rampeyek, tengteng jahe, tengteng genjreng (kacang
tanah), wajit, angling, dsb. Sistem religi atau agama
yang dianut oleh masyarakat Jipang mayoritas Islam, dan ada beberapa juga yang
menganut agama Kristen Protestan.
Dahulu desa
Jipang bernama Sindangwanoh yang artinya persinggahan. Awalnya, penduduk
Sindangwanoh sebagian besar pendatang dari daerah Tegal. Dengan kemajuan zaman
nama Sindangwanoh kemudian diganti dengan nama Jipang. Konon, suatu hari
rombongan Arya Jipang bersinggah di
Sindangwanoh, layaknya kaum
bangsawan yang mengunjungi suatu tempat, maka mereka akan memberikan nama
sebagai tanda bahwa daerah tersebut adalah wilayak kekuasaan mereka. Sebagai bukti bahwa Arya Penangsang alias Arya Jipang pernah kedaerah tersebut, maka
dinamakanlah Sindangwanoh menjadi Desa Jipang. Tidak hanya
nama desa saja yang beri nama Arya Penangsang atau Arya Jipang, ada juga sebuah
lapangan sepak bola di desa Jipang yang diberi nama lapangan Penangsang dan
jalan utama yang ada di Jipang diberi nama Jl. Raya Jipang.
Desa Jipang memiliki delapan dukuh, yaitu Bintang Timur, Cikokol, Cibogo,
Cilinduk, Jipang, Kosambi, Sukajaya, dan Varenca. Desa jipang merupakan daerah
pegunungan, selain adanya pegunungan Baribis yang terbentang mengelilingi Kab.
Brebes, Jipang memiliki tiga pegunungan, yaitu Gn. Kokol yang terletak di Dukuh Cikokol, Gn.
Kamuning di Kosambi dan Gn. Gelis di Cilinduk. Ds sebelah timur desa Jipang berbatasan
dengan desa Bangbayang dan sebelah barat berbatasan dengan desa Telaga.
FOKUS
SISTEM MATA PENCAHARIAN
Penduduk desa Jipang mayoritas memiliki pekerjaan di
bidang pertanian. Selain itu ada juga yang menjadi buruh bangunan, PNS,
wirausaha, dan meranatu ke kota-kota besar. Berikut rincian sistem mata
pencaharian yang terdapat di desa Jipang.
1. Petani dan Buruh Tani
Petani yang
berada di sekitar desa Jipang memanfaatkan kondisi lingkungan yang merupakan
pegunungan sebagai lahan untuk bertani ataupun berkebun. Tanaman yang bisa tumbuh di
daerah tersebut meliputi padi, jagung, bawang merah, ceungkeh, umbi-umbian, rempah-rempah, dan
masih banyak lagi jenis sayur dan buah-buahan yang dapat tumbuh. Petani
mendapatkan penghasilan dari penjualan hasil panen tanaman mereka. Biasanya petani desa Jipang
menjual hasil panen kepada bakul yang menerima penjualan, salah satu bakul yang
terkenal yaitu ibu Idoh yang terletak di desa Bangbayang. Selain menjual ke
bakul, masyarakat juga bisa langsung menjual ke pedagang yang berada di kota Bumiayu, tapi harga jual yang diberlakukan oleh pedagan di
kota lebih murah dibanding dijual kepada bakul-bakul di desa.
Sebagian besar
petani memiliki lahan sendiri,
tapi sebagian juga hanya sebagai buruh atau memilih untuk menggarap lahan orang dengan imbalan
setengah dari hasil panen. Alat yang digunakan oleh para petani pun masih sangat tradisional, masih
menggunakan cangkul, celurit
dan tenaga sapi untuk membajak sawah. Tapi sangat disayangkan, generasi muda
sekarang jarang sekali yang berminat pada bidang pertanian, bahkan tidak ada kecuali yang memang
latar belakang keluarganya sebagai petani. Padahal, jika ingin sukses bisa saja
pertanian atau perkebunan yang ada di daerah sekitar dimanfaatkan dengan
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki.
2. Buruh Bangunan
Para pria yang memilih untuk tetap di desa selain menggarap sawah, mereka juga
menjadi buruh bangunan. Pekerjaan yang mereka lakukan menggunakan kekuatan otot
untuk mengangkat barang-barang berat seperti semen, batu bata, genteng, pasir,
dan alat-alat yang digunakan untuk perlengkapan bangunan. Buruh bangunan yang terdapat di desa Jipang
bervariasi, mulai
dari kalangan tua, dewasa, sampai remaja. Biasanya remaja yang memilih untuk
menjadi buruh bangunan dikarenakan pendidikan yang hanya lulusan SD atau SMP.
Beruh bangunan
ini tidak hanya membangun rumah-rumah warga saja, tapi bisa juga jalan raya,
sekolah, jembatan, lapangan, dan sebagainya. Bayaran untuk mereka juga beragam,
untuk pemula yang baru mengenal dunia bangunan bayarannya sekitar Rp.30.000,- perhari, untuk yang sudah cukup
berpengalaman mendapatkan bayaran sekitar Rp.50.000,- perhari, dan untuk yang
sudah ahlinya dalam bangunan dibayar Rp.70.000-Rp.80.000 perhari. Alat yang digunakan oleh
mereka masih sangat manual, untuk membuat adukan masih menggunakan cangkul. Bahan yang
digunakan untuk membuat adukan semen, pasir, dan air, lalu diaduk menggunakan
cangkul. Begitupun dengan yang lainnyamasih manual tanpa bantuan mesin modern.
3. Pengrajin
Anyaman Rinjing
Sejak tahun
1993 di dukuh Bintang Timur sangat terkenal dengan usaha anyaman rinjing. Rinjing ini berguna untuk membawa
makanan, apalagi
untuk kondangan sangat cocok. Pemilik usaha ini yaitu Bapak Kaid, semakin banyak orang yang sudah bisa
membuat anyaman rinjing, usaha ini pun berkembang. Sampai saat ini ada tiga cabang yang
letaknya masih sekitar Bintang Timur. Para pengrajin ini yaitu warga sekitar
kediaman Bapak Kaid sendiri dan menjadi salah satu mata pencaharian bagi warga
sekitar.
Cara membuat anyaman rinjing
butuh keuletan dan ketelitian. Pertama bambu dan bangban (jenis tanaman hutan) dibelah
tipis-tipis, kemudian diraut. Setelah selesai diraut menggunakan pisau khusus
kemudian bambu yang sudah diraut tersebut dijemur agar tidak berkerut. Setelah
cukup dijemur kemudian bambu tersebut dianyam dengan berbagai model. Jika sudah selesai semua
rinjing dicat dan dilukis untuk menarik pembeli.
Dengan
alat-alat yang sederhana dan metode pembuatan yang masih tradisional, anyaman
rinjing ini banyak di gemari oleh penduduk daerah sekitar. Pembeli rinjing tidak hanya masyarakat
Jipang, sampai ke kota pun banyak yang berminat. Harga satu buah rinjing
kisaran Rp.35.000-Rp.70.000 sesuai dengan ukuran, kesulitan menganyam, dan model. Sampai saat ini
usaha anyaman rinjing masih bertahan, meskipun di zaman modern seperti sekarang telah
banya rinjing yang terbuat dari plastik.
4. Paving Blok
Sekitar tahun
2007 usaha paving blok ini berdiri. Di bawah naungan P2KP dengan ketua Bapak
Darmadi dan pengelola Bapak Sukawan, usaha ini berkembang pesat. Bukan karena
modal yang berasal dari pemerintah yang membuat usaha ini cepat berkembang,
tapi karena kualitas
barang yang memang sangat bagus. Banyak masyarakat dari luar desa yang memesan paving blok ke
Jipang, setiap tahun orderan pun semakin bertambah. Pemesan biasanya
menggunakan paving blok untuk halaman depan rumah, halaman sekolah, jalan-jalan
kecil di dukuh, atau
untuk halaman balai desa.
Pembuatan
paving blok juga masih manual tanpa alat modern satupun. Cetakan untuk mencetak
paving terbuat dari besi yang dibentuk menjadi segienam. Pertama campurkan
semen 1 ember, pasir 8 ember, abu batu 1 ember, dan air secukupnya jangan terlalu basah. Setelah
semua bahan telah tercampur, kemudian masukan campuran pada cetakan lalu
dipukul-pukul. Setelah kering, paving dipindahkan ke tempat lain dan setelah 6
jam paving disiram air secukupnya. Setelah dikeringkan kembali selama 24 jam, paving dapat ditumpuk
dan mulai bisa digunakan setelah satu minggu. Ongkos untuk orang-orang yang mencetak paving yaitu
Rp.250,- per keping dan harga penjualan untuk pavingnya Rp.1000,- per keping.
5. Pegawai Negeri
Sipil
Sekitar 75%
masyarakat Jipang berprofesi sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Mulai dari
guru TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Ada yang mengajar di desa Jipang, di Kecamatan, bahkan
ada juga yang sampai merantau ke kota-kota besar dan desa-desa terpencil di luar pulau jawa.
6. Pedagang
Mayoritas
masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang menjual sayuran, rempah-rempah,
pupuk padi, benih tanaman, dan sebagainya. Para pedagang rela menjadikan rumah
mereka berubah menjadi warung yang menampung semua barang dagangan. Bahkan penjual sayur rela berkeliling
kampung untuk menjual barang dagangannya. Resiko dari pedagang yaitu harus rela
barang dagangannya di hutang oleh masyarakat. Meskipun tidak semua yang
menghutang tapi tetap
saja yang namanya orang menghutang pasti ada.
KESIMPULAN
Desa jipang memiliki sumber daya alam yang sangat
baik bagi kehidupan masyarakatnya. Ditambah dengan sumber daya manusia yang
cukup pintar dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada, mengembangkan
potensi-potensi yang terdapat di sekitar desa dapat meningkatkan kualitas masyarakat. Jika masyarakat
desa Jipang bisa kompak dalam membangun desa, desa Jipang bisa lebih maju dari
desa-desa lain disekitarnya. Memanfaatkan lingkungan yang berupa pegunungan untuk menanam tanaman
yang bisa menjadi
penghasilan.
Tidak hanya dalam bidang mata pencaharian saja,
desa Jipang juga dapat mengembangkan dalam biang kesenian daerah atau makanan
yang menjadi khas desa Jipang. Bisa juga dengan cara mengirim anyaman rinjing
ke kota-kota besar, selain memperkenalkan kerajinan desa Jipang juga dapat menambah pendapatan
pemilik usaha tersebut yang pasti akan merambat pada gaji pegawainya. Lalu, para guru dan mahasiswa desa Jipang bisa
mendukung usaha-usaha yang terdapat di desa Jipang. Mahasiswa yang menhambil jurusan pertanian dapat mengajarkan kepada
petani yang ada bagaimana bercocok tanam yang baik agar menghasilkan panen yang
cukup bagus.
Dengan
begitu masyarakat Jipang yang memiliki pengetahuan tidak cukup luas
dapat bertukar pikiran dengan orang yang sudah cukup memiliki pengetahuan. Saling berbagi,
saling menolong, dan bekerja sama untuk memajukan masyarakat dan desa. Sehingga
masyarakat hidup dengan tentram dan memiliki rasa saling memiliki sebagai satu
keluarga.