- See more at: http://www.mybloggerwidgets.com/2013/04/add-snow-falling-effect-in-blogger.html#sthash.H9P4j4nT.dpuf

Monday 5 May 2014

analisis lapisan norma roman ingardian dalam puisi "saat cinta mengetuk pintu hati"



I
PENDAHULUAN

1.                Latar Belakang
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Puisi merupakan struktur yang kompleks maka untuk memahaminya perlu diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Puisi itu sesungguhnya harus dimengerti sebagai norma-norma. Norma itu harus dipahami sebagai norma implicit yang harus ditarik dari setiap pengalaman individu karya sastra dan bersama-sama merupakan karya sastra yang murni sebagai keseluruhan. Dalam sebuah karya sastra tak hanya mengandung satu sistem norma melainkan terdiri dari beberapa lapisan norma. Masing-masing norma menimbulkan lapisan di bawahnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rene Wellek, yang kemudian dikembangkan kembali oleh Roman Ingarden.
Dalam makalah ini, akan dibahas tentang pengertian puisi menurut pemikiran beberapa ahli. Perbedaan puisi dan prosa juga akan dibahas. Terakhir, akan membahas analisis lapisan norma menurut Roman Ingarden dalam puisi “Saat Cinta Mengetuk Pintu Hati” karya Andres Nazaruddin.

                                                                                                                                    1
II
PEMBAHASAN

1.                PENGERTIAN PUISI
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Dalam sebuah puisi haruslah mengandung irama, rima, serta penyusunan larik dan bait untuk memperindah penyampaian puisi tersebut. Unsur tersebut sangat penting dalam sebuah puisi, agar dapat menarik pembaca ataupun pendengar dalam membaca atau mendengarkan puisi. Adapun puisi menurut beberapa ahli sebagai berikut.
1.1.                         Menurut Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9)
Mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama. Puisi ungkapan perasaan pengarang bisa dari pengalaman langsung yang memiliki nilai seni tinggi. Muncul dari pikiran pengarang yang diungkapkan dalam bahasa puitis atau dapat menyentuh perasaan pembaca. Puisi juga disusun dengan rapi dan menarik dengan pemilihan diksi yang tepat sehingga menghasilkan irama.
1.2.             Menurut Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8)
Mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin. Puisi biasanya memiliki bait yang sedikit dan simpel, dengan kata-kata yang padat. Dalam kata-kata padat tersebut memiliki arti yang sangat luas, sehingga Ralph mengatakan puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin. Karena puisi dapat mengajarkan apapun yang ada didunia ini dan dengan puisi semua orang dapat mengekspresikan setiap perasaannya lewat bait-bait yang dapat diciptakan.
                                                                                                                                    2

1.3.                         Menurut Putu Arya Tirtawirya (Situmorang, 1980:9)
Mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif. Dalam puisi kata yang digunakan yaitu kata tingkat dua atau konotatif atau bahasa perumpamaan (majas). Dalam hal ini untuk memperindah kesan pembaca dan biasanya memiliki makna tersendiri yang diciptakan oleh pengarang tersebut.
1.4.            Menurut Herman J. Waluyo
Mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Puisi salah satu jenis karya sastra yang berisi pikiran-pikiran dan perasaan pengarang, yang dikembangkan dengan imajinasi pengarang. Dengan kemampuan memilih diksi puisi akan memiliki nilai estetika yang tinggi. Puisi juga mementingkan makna yang terkandung dalam setiap baitnya.



2.                PERBEDAAN PUISI DAN PROSA           
            Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποι (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Puisi merupakan pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi terikat oleh rima, irama, lirik, dan bait. Pemilihan diksi yang tepat akan menambah nilai estetika dalam puisi tersebut. Bahasa yang digunakan dalam puisi adalah bahasa konotatif dan disajikan dalam kalimat yang lebih padat. Puisi itu merupakan rekaman dan interprestasi pengalaman manusia yang penting, diubah dalam wujud yang yang paling berkesan.
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Jadi, prosa adalah bentuk karya sastra yang disusun dalam bentuk cerita secara bebas, yang tidak terikat oleh rima dan irama.
Dari unsur-unsur yang terkandung dalam puisi dan prosa juga memiliki perbedaan Unsur intrinsik prosa yaitu tema, plot, amanat, latar, penokohan, sudut pandang, nada dan suasana, serta gaya bahasa. Unsur ekstrinsik prosa yaitu nilai-nilai yang diyakini pengarangnya yang turut mempengaruhi terciptanya suatu prosa. Sedangkan, unsur intrinsik dari puisi yaitu tema, rasa, nada, tipografi, amanat, diksi, imajinasi, kata-kata konkret, gaya bahasa, ritme, dan irama. Unsur ekstrinsik dalam puisi yaitu Unsur biografi adalah 1) Latar belakang atau riwayat hidup penulis. 2) Unsur nilai dalam cerita seperti ekonomi, politik, sosial, adat-istiadat, budaya, dan lain-lain. 3) Unsur kemasyarakatan adalah situasi sosial ketika puisi itu dibuat.



                                                                                                                                                4
Dari segi jenis, puisi dan prosa memiliki nama yang sama yaitu puisi lama dan puisi baru, prosa lama dan prosa baru. Akan tetapi, dari segi makna atau isi sangatlah berbeda. Pertmana, puisi lama yaitu Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya. Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan. Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima. Contoh dari puisi lama antara lain matra, pantun, karmina, seloka, gurindam, syair, dan talibun. Puisi baru yaitu puisi yang bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Contoh yang termasuk puisi baru balada, himne, epigram, romance, elegi, dan satire
Sedangkan yang di maksud prosa lama yaitu umumnya tidak diketahui nama pengarangnya. Prosa lama merupakan warisan leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi. Prosa lama berisi petuah atau nasehat dalam kehidupan sehari-hari. Yang termasuk ke dalam jenis prosa lama antara lain: Dongeng, cerita rakyat, kisah, riwayat, dan hikayat. Prosa baru yaitu prosa yang diciptakan pada masa sekarang. Umumnya prosa baru diketahui secara pasti nama penulis aslinya. Yang termasuk ke dalam jenis prosa baru antara lain: novel, roman, biografi, dan cerpen.


 3.                     ANALISIS LAPISAN NORMA
Dalam sebuah karya sastra tak hanya mengandung satu sistem norma saja melainkan terdiri dari beberapa lapisan norma. Masing-masing norma menimbulkan lapisan di bawahnya. Menurut Rene Wellek terdapat tiga lapisan norma, lapisan pertama yaitu lapisan bunyi , lapisan kedua yaitu lapisan arti, dan lapisan ketiga yaitu hasil dari rangkaian satuan-satuan bunyi dan arti. Kemudian, Roman Ingarden menambahkan dua lapisan norma lagi, yaitu lapisan dunia dan lapisan metafisis.
Untuk lebih jelas mengenai analisis norma di atas, akan dianalisis sebuah puisi dengan judul “Saat Cinta Mengetuk Pintu Hati” karya Andres Nazaruddin.
Saat Cinta Mengetuk Pintu Hati
Oleh :
Andres Nazaruddin

Saat cinta datang dengan hormat mengetuk pintu hati
maka bukalah pintu hati lebar-lebar
biarkan cinta membuat jendela-jendela
agar sepoi membelai buai
menyejukan tiap lekung relung hati

Saat cinta datang mencongkel jendela
tanpa setahu penjaga hati
jangan usik dia, karena dia akan mengganti jendela itu
dengan jendela baru yang lebih indah mempesonakan
rasakan saja hadirnya
agar dia bebas mengukir dinding-dinding hati

Saat cinta merobohkan saka hatimu,
juga biarkan,
karena dia akan kembali datang
dan membangunkan istana hati
dengan saka dari sarinya

Namun saat radar-radar hatimu tak lagi merasakan hadirnya
jangan biarkan, ...
tonjoklah ego yang telah membelenggu
rasa dibalik jeruji denda
dan ceburkan diri dalam telaga keheningan

Maka sesungguhnya...
 kamu akan dapat merasakan hadirnya kembali
dengan hati berpermadani
                                                                                                                                                6
3.1.             Lapisan Pertama
Lapisan norma pertama adalah lapisan bunyi (sound stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Tetapi suara itu bukan hanya suara yang tak berarti. Suara itu sesuai dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti (Pradopo, 2003:66). Lapis bunyi dalam puisi mempunyai tujuan untuk menciptakan efek puitis dan nilai seni. Mengingat Bunyi dalam sajak bersifat estetik yang berfungsi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Dengan kata lain bunyi juga memilki fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, dan sebagainya. 
Dalam menganalisis lapisan norma pertama menggunakan analisis yang namanya asonansi dan aliterasi. Aliterasi merupakan pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi; biasanya pada awal kata/perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi. Asonansi merupakan pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata/perkataan yang berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan begini menimbulkan kesan kehalusan, kelembutan, kemerduan atau keindahan bunyi.
Saat cinta datang dengan hormat mengetuk pintu hati
maka bukalah pintu hati lebar-lebar
biarkan cinta membuat jendela-jendela
agar sepoi membelai buai
menyejukan tiap lekung relung hati
            Dari bait di atas, pada bait pertama baris ke-1 terdapat asonansi a = 8, i = 3, e = 3, u = 2, aliterasi t = 7, n = 6, g = 3, d = 2, m = 2, h = 2. Baris ke-2 terdapat asonansi a = 6, u = 2, i = 2, e = 2, aliterasi k = 2, b = 3, l = 3, h = 2, r = 2. Baris ke-3 terdapat asonansi i = 2, a = 6, e = 5, aliterasi n = 4, t = 2, m = 2, b = 2, j = 2, d = 2, l = 2. Baris ke-4 terdapat asonansi a = 4, e = 3, i = 3, aliterasi m = 2, b = 2. Baris ke-5 terdapat asonansi e = 4, u = 3, a = 3, i = 2, aliterasi n = 4, k = 2, t = 2, l = 2, ng = 2.







                                                                                                                                                7
Saat cinta datang mencongkel jendela
tanpa setahu penjaga hati
jangan usik dia, karena dia akan mengganti jendela itu
dengan jendela baru yang lebih indah mempesonakan
rasakan saja hadirnya
agar dia bebas mengukir dinding-dinding hati

            Bait kedua baris ke-1 terdapat asonansi a = 6, e = 4, aliterasi t = 3, c = 2, n = 3, ng = 2,  d = 2, l = 2. Baris ke-2 terdapat asonansi a = 6, e = 2, aliterasi t = 2, p =2, h = 2, n = 2. Baris ke-3 terdapat asonansi a =  10, u = 2, i = 5, e = 3, aliterasi  j = 2, ng = 2, n = 5, k = 3, d = 3, t = 2. Baris ke-4 terdapat asonansi e = 6, a = 7, i = 2, aliterasi d = 3, n = 5, l = 2, b = 2, ng = 2, h = 2, m = 2. Baris ke-5 terdapat asonansi a = 7, aliterasi r = 2, s = 2. Baris ke-6 terdapat asonansi a = 5, i = 7, e = 2, aliterasi r = 2, d = 3, b =2, ng = 3, n = 2.

Saat cinta merobohkan saka hatimu,
juga biarkan,
karena dia akan kembali datang
dan membangunkan istana hati
dengan saka dari sarinya
.

            Bait ketiga baris ke-1 terdapat asonansi a = 7, i = 2, o = 2, aliterasi s = 2, t = 3, n = 2, m = 2, h = 2, k = 2. Baris ke-2 terdapat asonansi a = 3. Baris ke-3 terdapat asonansi a = 8, e = 2, i = 2, aliterasi k = 3, n = 2, d = 2. Baris ke-4 terdapat asonansi a = 6, i = 2, aliterasi n = 4, m = 2, t = 2. Baris ke-5 terdapat asonansi a = 6, i = 2, aliterasi d = 2, s = 2, r = 2.

Namun saat radar-radar hatimu tak lagi merasakan hadirnya
jangan biarkan, ...
tonjoklah ego yang telah membelenggu
rasa dibalik jeruji denda
dan ceburkan diri dalam telaga keheningan

Bait keempat baris ke-1 terdapat asonansi a = 15, u = 2, i = 3, aliterasi n = 3, m = 3, s = 2, t = 3, r = 6, d = 3, h = 2, k = 2. Baris ke-2 terdapat asonansi a = 4, aliterasi n = 2. Baris ke-3 terdapat asonansi o = 3, a = 3, e = 5, aliterasi t = 2, l = 3, h = 2, g = 2, ng = 2, m = 2. Baris ke-4 terdapat asonansi a = 4, i = 3, e =2, aliterasi r = 2, d = 3, j = 2. Baris ke-5 terdapat asonansi a = 7, e = 4, i = 3, aliterasi d = 3, n = 4, r = 2, l = 2, k = 2.

Maka sesungguhnya...
 kamu akan dapat merasakan hadirnya kembali
dengan hati berpermadani

            Bait kelima baris ke-1 terdapat asonansi a = 3, u = 2, aliterasi s =2. Baris ke-2 terdapat asonansi a = 11, i = 2, aliterasi k = 4, m =3, n = 2, d = 2, r = 2. Baris ke-3 terdapat asonansi e = 3, a = 4, i = 2, aliterasi d = 2, n = 2.
            Dari semua analisis lapisan norma pertama dapat ditentukan asonansi dan aliterasi yang terdapat dalam puisi tersebut. Dari jumlah keseluruhan asonansi terbanyak adalah a = 145 dan aliterasi terbanya adalah n = 50. Jadi, pengarang lebih banyak menggunakan asonansi a pada setiap baitnya, dan aliterasi n pada setiap baitnya.

 3.2.             Lapisan Kedua           
Lapisan kedua adalah lapisan arti (units of meaning). Lapisan arti berupa rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti, akan tetapi dalam karya sastra yang merupakan satuan minimum arti adalah kata. Kata dirangkai menjadi kelompok kata dan kalimat. Kalimat-kalimat berangkai menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak (Pradopo, 2003:67).
Setiap diksi dalam puisi telah melalui pemilihan kata yang demikian ketat oleh penyair. Hal itu sangat mungkin disebabkan oleh pemadatan yang menjadi salah satu ciri puisi. Pemilihan diksi tersebut akhirnya mengakibatkan impresi tertentu pada pembacanya. Lapis arti (units of meaning) ialah arti yang terdapat dalam tiap satuan sajak. Mulai dari fonem, kata, kalimat dan seterusnya. Lapis arti terbagi dalam kosa kata, citraan, dan sarana retorika. Dengan menggunakan lapis ini arti dalam tiap diksi bisa semakin dekat dengan keobjektifan, tentu dengan dihubungkan dengan lapis-lapis lainnya.
Bait pertama :
Saat cinta datang dengan hormat mengetuk pintu hati
maka bukalah pintu hati lebar-lebar
biarkan cinta membuat jendela-jendela
agar sepoi membelai buai
menyejukan tiap lekung relung hati

Artinya ketika ada seseorang yang mencintaimu dengan terus terang, maka cobalah untuk menerima dia. Terbuka kepada orang tersebut agar orang tersebut dapat memberikan kenyamanan dan kebahagian untukmu.
Bait kedua :
Saat cinta datang mencongkel jendela
tanpa setahu penjaga hati
jangan usik dia, karena dia akan mengganti jendela itu
dengan jendela baru yang lebih indah mempesonakan
rasakan saja hadirnya
agar dia bebas mengukir dinding-dinding hati

Artinya ketika kamu mulai mencintai seseorang tersebut tanpa kamu sadari, maka biarkanlah kamu merasakan cinta yang sama kepadanya. Jangan mencoba untuk mengelak kalau kamu juga mempunyai perasaan yang sama, karena perasaan itu akan membuat kamu merasa lebih bahagia. Biarkan seseorang itu mencintaimu agar dia bisa mengerti perasaanmu juga.
                                                                                                                                    10
Bait ketiga :
Saat cinta merobohkan saka hatimu,
juga biarkan,
karena dia akan kembali datang
dan membangunkan istana hati
dengan saka dari sarinya
.

Artinya ketika banyak cobaan yang datang kepada kamu, maka percayalah jika bahwa dibalik masalah akan ada hikamah yang lebih indah.
Bait keempat :
Namun saat radar-radar hatimu tak lagi merasakan hadirnya
jangan biarkan, ...
tonjoklah ego yang telah membelenggu
rasa dibalik jeruji denda
dan ceburkan diri dalam telaga keheningan

Artinya ketika kamu merasa dia sudah mulai tidak mencintaimu, maka jangan kamu biarkan. Coba untuk bertanya kepadanya dan saling jujur tentang perasaan, meskipun kamu enggan untuk mengungkapkannya tapi selesaikan masalah itu bersama. Intropeksi diri masing-masing,  saling merenungkan keadaan.

Bait kelima :
Maka sesungguhnya...
 kamu akan dapat merasakan hadirnya kembali
dengan hati berpermadani

Artinya saat kamu telah berhasil menyelesaikan masalah, kamu akan merasakan cintanya kembali dengan lebih besar dari sebelumnya yang akan membuatmu semakin bahagia.
3.3.             Lapisan Ketiga
Rangkain satuan-satuan arti itu menimbulkan lapisan yang ketiga, yaitu objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan semuanya itu berangkai menjadi dunia pengarang berupa cerita, lukisan, ataupun pernyataan (Pradopo, 2003:18).
Objek-objek yang dikemukakan dalam puisi “Saat Cinta Mengetuk Pintu Hati” yaitu hati sebagai objek pertama pelaku, jeraji denda, telaga keheningan, ego. Pelaku yang berperan dalam puisi tersebut yaitu cinta yang datang pada hati dan kamu sebagai pemilik hati itu.
Dunia pengarang adalah ceritanya, yang merupakan dunia yang diciptakan oleh si pengarang. Ini merupakan gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur ceritanya (alur) (Pradopo, 2003:18); seperti berikut.
Cinta yang diartikan sebagai seseorang yang mencintai si kamu. Si cinta baru mengenal si kamu, disitu si cinta mencoba untuk mengetuk pintu hati yang berarti baru datang dan mencoba ingin masuk pada hati. Dan si kamu membiarkan si cinta itu masuk ke hati sehingga membuat jendela-jendela yang akan bisa membuat si kamu merasakan hadirnya. Saat jendela-jendela itu dicongkel tanpa sepengetahuan si kamu, hati membiarkannya karena nanti si cinta itu akan mengganti jendela-jendela tersebut dengan yang lebih indah lagi. Saat ada masalah anggap saja itu ujian, hadapi masalah bersama, yakin akan ada kebahagian dibalik itu semua.

3.4.             Lapisan keempat
Lapisan norma keempat adalah “dunia” yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan secara eksplisit karena sudah terkandung di dalamnya (implisit). Makna yang dinyatakan secara jelas karena di dalamnya sudah terkandung .
Dipandang dari sudut pandang tertentu si cinta itu baik, sopan, bertanggung jawab dapat dilihat pada bait pertama baris ke-1 bahwa cinta datang dengan hormat mengetuk pintu hati, pada bait kedua si cinta mencongkel jendela tetapi dia menggantinya dengan jendela yang lebih indah yang bisa membuat si pemilik bahagia. Kemudian di bait ketiga si cinta juga merobohkan tiang-tiang hati, si cinta malah datang membangunkan istana yang tiangnya terbuat dari segenap perasaannya. Kemudian di bait keempat menyatakan jika si kamu sudah tidak merasakan cinta yang berarti si cinta itu mulai pergi, dan si kamu mencoba untuk menghalanginya. Dan pada akhirnya si cinta dan si kamu akan merasakan kebahagian yang sangat besar dengan hati yang diselimuti oleh permadani.
                                                                                                                                                12
3.5.             Lapisan kelima
       Lapisan kelima adalah lapisan metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemlasi (Pradopo. 2003:19). Lapisan metafisis juga berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim, yang tragis, mengerikan atau menakutkan, dan yang suci).
Dalam sajak itu lapisan ini berupa keindahan saat dicintai seseorang yang benar-benar tulus, meskipun dia seseorang yang baru dalam hidupmu. Jika kamu dicintai oleh seeorang maka biarkanlah, biarkan kalian saling memgenal dan memahami satu sama lain, agar dia dapat menunjukan cintanya dan bisa membuatmu menjadi mencintainya juga. Ketika kamu mulai mencintai dia, terima dia yang akan memberika kebahagian dalam hidupmu. Tapi ketika ada masalah selesaikan bersama karena dari masalah itu kamu akan merasa lebih dicintai. Pada puisi saat cinta mengetuk pintu hati, si pengarang ingin menyampaikan bahwa cintai orang yang mencintaimu, hadapi masalah yang menimpa dan anggap itu sebuah cobaan yang akan membawamu ke hidup yang lebih bahagia.
                                                                                                                                      
III
PENUTUP

1.    SIMPULAN
       Puisi memiliki pengertian yang beragam, dari pengertia dari beberapa ahli, sastrawan dapat disimulkan bahwa puisi adalah sebuah karya sastra yang imajinatif dan terikat oleh rima dan irama. Membutuhan diksi yang tepat dan penggunan gaya bahasa yang menarik, agar dapat menarik pembaca dan pembaca dapat menangkap makna yang terkandung didalamnya. Puisi juga mengalami kemajuan dari puisi lama yang sangat ditentukan bait, baris, dan rimanya menjadi puisi baru yang lebih bebas tetapi masih dalam bahasa yang padat.
Dalam karya sastra tidak hanya puisi saja, ada juga yang kini sangat terkenal dikalangan masyarakat terutama remaja dan pencinta karya sastra yaitu prosa. Puisi dan prosa sama-sama karya sastra, tapi yang dapat membedakannya yaitu pengkajiannya. Jika puisi lebih padat dan menggunakan bahasa konotatif, menuntut pembaca untuk berpikir dalam memahami makna. Maka prosa kebalikannya, disajikan dengan bahasa yang lugas serinci mungkin agar pembaca benar-benar menangkap maknanya tanpa harus berpikir dua kali. Dalam prosa juga tidak terdapat batasan baris atau bait seperti yang terdapat pada puisi.
Dalam  mengapresiasi suatu puisi metode yang dapat dilakukan bermacam-macam. Dan ketika membuat seuatu analisis, perlu sebuah teori yang telah teruji dan mampu mengupas semua masalah dalam puisi tersebut. Salah satunya adalah teori dari Roman Ingarden yang menyebutnya strata norma. Strata norma terdiri dari empat lapis. Di antaranya lapis bunyi, lapis arti, lapis dunia, dan lapis metafisis. Dalam puisi saat cinta mengetuk pintu hati maksudkan pengarang bahwa berilah kesempatan kepada orang yang mencintaimu, jika kau sudah merasa mencintainya, bahagia bersamanya maka jagalah jangan sampai dia pergi meninggalkanmu.

                                                                                                                                    14
DAFTAR PUSTAKA

Pradopo, Rachmat D. 2003. Pngkajian Puisi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Situmorang, Sitor. 1980. Kumpulan Sajak. Universitas Michigan: Komunitas Bambu.
Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.
Waluyo, Herman J. 2005. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama