- See more at: http://www.mybloggerwidgets.com/2013/04/add-snow-falling-effect-in-blogger.html#sthash.H9P4j4nT.dpuf

Saturday 11 January 2014

analisis sistem mata pencaharian desa Jipang



PENDAHULUAN
Jipang adalah desa di kecamatan Bantarkawung, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia. Penduduknya memiliki mata pencaharian yang beragam, mulai petani, pedagang, pegawai negeri sipil (terutama guru), hingga merantau ke kota-kota besar. Tingkat pendidikan penduduknya terus berkembang, terbukti dari banyaknya lulusan perguruan tinggi terkenal seperti UGM,ITB,UI,IPB,Unpad, Undip. Bahasa sehari hari yang digunakan adalah bahasa sunda perpaduan dialek Timur Laut ( Kuningan, Cirebon) juga bahasa sunda dialek Timur Tenggara ( Ciamis Banjar ). Di desa ini juga hidup dan berkembang sejumlah seni budaya, antara lain calung, reog, wayang golek, jaipongan, dan kacapi suling di bawah asuhan Bp. Samyad di Dukuh Parenca. Produk industri rumah tangga makanan ringan yang dihasilkan antara lain, Rampeyek, tengteng jahe, tengteng genjreng (kacang tanah), wajit, angling, dsb. Sistem religi atau agama yang dianut oleh masyarakat Jipang mayoritas Islam, dan ada beberapa juga yang menganut agama Kristen Protestan.
Dahulu desa Jipang bernama Sindangwanoh yang artinya persinggahan. Awalnya, penduduk Sindangwanoh sebagian besar pendatang dari daerah Tegal. Dengan kemajuan zaman nama Sindangwanoh kemudian diganti dengan nama Jipang. Konon, suatu hari rombongan Arya Jipang bersinggah di Sindangwanoh, layaknya kaum bangsawan yang mengunjungi suatu tempat, maka mereka akan memberikan nama sebagai tanda bahwa daerah tersebut adalah wilayak kekuasaan mereka. Sebagai bukti bahwa Arya Penangsang alias Arya Jipang pernah kedaerah tersebut, maka dinamakanlah Sindangwanoh menjadi Desa Jipang. Tidak hanya nama desa saja yang beri nama Arya Penangsang atau Arya Jipang, ada juga sebuah lapangan sepak bola di desa Jipang yang diberi nama lapangan Penangsang dan jalan utama yang ada di Jipang diberi nama Jl. Raya Jipang.
Desa Jipang memiliki delapan dukuh, yaitu Bintang Timur, Cikokol, Cibogo, Cilinduk, Jipang, Kosambi, Sukajaya, dan Varenca. Desa jipang merupakan daerah pegunungan, selain adanya pegunungan Baribis yang terbentang mengelilingi Kab. Brebes, Jipang memiliki tiga pegunungan, yaitu Gn. Kokol yang terletak di Dukuh Cikokol, Gn. Kamuning di Kosambi dan Gn. Gelis di Cilinduk. Ds sebelah timur desa Jipang berbatasan dengan desa Bangbayang dan sebelah barat berbatasan dengan desa Telaga.

FOKUS
SISTEM MATA PENCAHARIAN

Penduduk desa Jipang mayoritas memiliki pekerjaan di bidang pertanian. Selain itu ada juga yang menjadi buruh bangunan, PNS, wirausaha, dan meranatu ke kota-kota besar. Berikut rincian sistem mata pencaharian yang terdapat di desa Jipang.

1.      Petani dan Buruh Tani
Petani yang berada di sekitar desa Jipang memanfaatkan kondisi lingkungan yang merupakan pegunungan sebagai lahan untuk bertani ataupun berkebun. Tanaman yang bisa tumbuh di daerah tersebut meliputi padi, jagung, bawang merah, ceungkeh, umbi-umbian, rempah-rempah, dan masih banyak lagi jenis sayur dan buah-buahan yang dapat tumbuh. Petani mendapatkan penghasilan dari penjualan hasil panen tanaman mereka. Biasanya petani desa Jipang menjual hasil panen kepada bakul yang menerima penjualan, salah satu bakul yang terkenal yaitu ibu Idoh yang terletak di desa Bangbayang. Selain menjual ke bakul, masyarakat juga bisa langsung menjual ke pedagang yang berada di kota Bumiayu, tapi harga jual yang diberlakukan oleh pedagan di kota lebih murah dibanding dijual kepada bakul-bakul di desa.
Sebagian besar petani memiliki lahan sendiri, tapi sebagian juga hanya sebagai buruh atau memilih untuk menggarap lahan orang dengan imbalan setengah dari hasil panen. Alat yang digunakan oleh para petani pun masih sangat tradisional, masih menggunakan cangkul, celurit dan tenaga sapi untuk membajak sawah. Tapi sangat disayangkan, generasi muda sekarang jarang sekali yang berminat pada bidang pertanian, bahkan tidak ada kecuali yang memang latar belakang keluarganya sebagai petani. Padahal, jika ingin sukses bisa saja pertanian atau perkebunan yang ada di daerah sekitar dimanfaatkan dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki.







2.      Buruh Bangunan
Para pria yang memilih untuk tetap di desa selain menggarap sawah, mereka juga menjadi buruh bangunan. Pekerjaan yang mereka lakukan menggunakan kekuatan otot untuk mengangkat barang-barang berat seperti semen, batu bata, genteng, pasir, dan alat-alat yang digunakan untuk perlengkapan bangunan. Buruh bangunan yang terdapat di desa Jipang bervariasi, mulai dari kalangan tua, dewasa, sampai remaja. Biasanya remaja yang memilih untuk menjadi buruh bangunan dikarenakan pendidikan yang hanya lulusan SD atau SMP.
Beruh bangunan ini tidak hanya membangun rumah-rumah warga saja, tapi bisa juga jalan raya, sekolah, jembatan, lapangan, dan sebagainya. Bayaran untuk mereka juga beragam, untuk pemula yang baru mengenal dunia bangunan bayarannya sekitar Rp.30.000,- perhari, untuk yang sudah cukup berpengalaman mendapatkan bayaran sekitar Rp.50.000,- perhari, dan untuk yang sudah ahlinya dalam bangunan dibayar Rp.70.000-Rp.80.000 perhari. Alat yang digunakan oleh mereka masih sangat manual, untuk membuat adukan masih menggunakan cangkul. Bahan yang digunakan untuk membuat adukan semen, pasir, dan air, lalu diaduk menggunakan cangkul. Begitupun dengan yang lainnyamasih manual tanpa bantuan mesin modern.

3.      Pengrajin Anyaman Rinjing
Sejak tahun 1993 di dukuh Bintang Timur sangat terkenal dengan usaha anyaman rinjing. Rinjing ini berguna untuk membawa makanan, apalagi untuk kondangan sangat cocok. Pemilik usaha ini yaitu Bapak Kaid, semakin banyak orang yang sudah bisa membuat anyaman rinjing, usaha ini pun berkembang. Sampai saat ini ada tiga cabang yang letaknya masih sekitar Bintang Timur. Para pengrajin ini yaitu warga sekitar kediaman Bapak Kaid sendiri dan menjadi salah satu mata pencaharian bagi warga sekitar.
Cara membuat anyaman rinjing butuh keuletan dan ketelitian. Pertama bambu dan bangban (jenis tanaman hutan) dibelah tipis-tipis, kemudian diraut. Setelah selesai diraut menggunakan pisau khusus kemudian bambu yang sudah diraut tersebut dijemur agar tidak berkerut. Setelah cukup dijemur kemudian bambu tersebut dianyam dengan berbagai model. Jika sudah selesai semua rinjing dicat dan dilukis untuk menarik pembeli.
Dengan alat-alat yang sederhana dan metode pembuatan yang masih tradisional, anyaman rinjing ini banyak di gemari oleh penduduk daerah sekitar. Pembeli rinjing tidak hanya masyarakat Jipang, sampai ke kota pun banyak yang berminat. Harga satu buah rinjing kisaran Rp.35.000-Rp.70.000 sesuai dengan ukuran, kesulitan menganyam, dan model. Sampai saat ini usaha anyaman rinjing masih bertahan, meskipun di zaman modern seperti sekarang telah banya rinjing yang terbuat dari plastik.

4.      Paving Blok
Sekitar tahun 2007 usaha paving blok ini berdiri. Di bawah naungan P2KP dengan ketua Bapak Darmadi dan pengelola Bapak Sukawan, usaha ini berkembang pesat. Bukan karena modal yang berasal dari pemerintah yang membuat usaha ini cepat berkembang, tapi karena kualitas barang yang memang sangat bagus. Banyak masyarakat  dari luar desa yang memesan paving blok ke Jipang, setiap tahun orderan pun semakin bertambah. Pemesan biasanya menggunakan paving blok untuk halaman depan rumah, halaman sekolah, jalan-jalan kecil di dukuh, atau untuk halaman balai desa.
Pembuatan paving blok juga masih manual tanpa alat modern satupun. Cetakan untuk mencetak paving terbuat dari besi yang dibentuk menjadi segienam. Pertama campurkan semen 1 ember, pasir 8 ember, abu batu 1 ember, dan air secukupnya jangan terlalu basah. Setelah semua bahan telah tercampur, kemudian masukan campuran pada cetakan lalu dipukul-pukul. Setelah kering, paving dipindahkan ke tempat lain dan setelah 6 jam paving disiram air secukupnya. Setelah dikeringkan kembali selama 24 jam, paving dapat ditumpuk dan mulai bisa digunakan setelah satu minggu. Ongkos untuk orang-orang yang mencetak paving yaitu Rp.250,- per keping dan harga penjualan untuk pavingnya Rp.1000,- per keping.

5.      Pegawai Negeri Sipil
Sekitar 75% masyarakat Jipang berprofesi sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Mulai dari guru TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Ada yang mengajar di desa Jipang, di Kecamatan, bahkan ada juga yang sampai merantau ke kota-kota besar dan desa-desa terpencil di luar pulau jawa.

6.      Pedagang
Mayoritas masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang menjual sayuran, rempah-rempah, pupuk padi, benih tanaman, dan sebagainya. Para pedagang rela menjadikan rumah mereka berubah menjadi warung yang menampung semua barang dagangan. Bahkan penjual sayur rela berkeliling kampung untuk menjual barang dagangannya. Resiko dari pedagang yaitu harus rela barang dagangannya di hutang oleh masyarakat. Meskipun tidak semua yang menghutang tapi tetap saja yang namanya orang menghutang pasti ada.

KESIMPULAN

Desa jipang memiliki sumber daya alam yang sangat baik bagi kehidupan masyarakatnya. Ditambah dengan sumber daya manusia yang cukup pintar dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada, mengembangkan potensi-potensi yang terdapat di sekitar desa dapat meningkatkan kualitas masyarakat. Jika masyarakat desa Jipang bisa kompak dalam membangun desa, desa Jipang bisa lebih maju dari desa-desa lain disekitarnya. Memanfaatkan lingkungan yang berupa pegunungan untuk menanam tanaman yang bisa menjadi penghasilan.
Tidak hanya dalam bidang mata pencaharian saja, desa Jipang juga dapat mengembangkan dalam biang kesenian daerah atau makanan yang menjadi khas desa Jipang. Bisa juga dengan cara mengirim anyaman rinjing ke kota-kota besar, selain memperkenalkan kerajinan desa Jipang juga dapat menambah pendapatan pemilik usaha tersebut yang pasti akan merambat pada gaji pegawainya.  Lalu, para guru dan mahasiswa desa Jipang bisa mendukung usaha-usaha yang terdapat di desa Jipang. Mahasiswa  yang menhambil jurusan pertanian dapat mengajarkan kepada petani yang ada bagaimana bercocok tanam yang baik agar menghasilkan panen yang cukup bagus.
Dengan  begitu masyarakat Jipang yang memiliki pengetahuan tidak cukup luas dapat bertukar pikiran dengan orang yang sudah cukup memiliki pengetahuan. Saling berbagi, saling menolong, dan bekerja sama untuk memajukan masyarakat dan desa. Sehingga masyarakat hidup dengan tentram dan memiliki rasa saling memiliki sebagai satu keluarga.