KETAN BINTUL
- 250 ml santan dari 1/4 butir kelapa
- 1/2 sendok teh garam
- 200 gram beras ketan, direndam selama 2 jam
Bahan Serundeng:
- 1/4 butir kelapa muda, diparut
- 3/4 sendok teh garam
- 1/4 sendok teh gula pasir
- 2 lembar daun jeruk, dibuang tulangnya
- 1 lembar daun salam
Bumbu Halus:
- 8 butir bawang merah
- 2 siung bawang putih
- 1 sendok teh ketumbar bubuk
- 2 buah cabai merah besar
- 2 buah cabai merah keriting
- Serundeng, campur kelapa dengan bumbu halus, daun jeruk, daun salam, garam, dan gula pasir. Sangrai hingga matang dan kering. Angkat. Haluskan. Sangrai kembali hingga benar-benar kering.
- Didihkan santan dan garam. Masukkan beras ketan. Masak sambil diaduk hingga meresap. Angkat. Kukus di atas api sedang 15 menit. Tumbuk hingga halus.
- Letakkan ketan dalam sebuah loyang kotak 16x8x5 cm. Ratakan. Potong-potong ketan.
- Sajikan bersama taburan serundeng.
KETAN BINTUL
Di Banten ada tradisi yang sudah berlangsung sejak 15 Abad yang lalu, suatu kebiasaan
yang sangat sulit untuk dilupakan, karena kebiasaan ini hadir bukan hanya
sebagai santapan pembuka dibulan Ramadhan saja, tetapi sudah menjadi makanan
keseharian bagi masyarakat Banten dari berbagai macam kalangan dan golongan.
Namun Ketan
Bintul akan lebih mudah kita jumpai pada saat bulan Ramadhan disepanjang daerah
pinggiran pasar lama Serang, dijual dengan harga murah dengan uang Rp500,00,-
kita sudah memperoleh 3 potong.
Karena bagi masyarakat Banten sendiri keberadaan Ketan Bintul dibulan Ramadhan
ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan."Tanpa Ketan Bintul dibulan
Ramadhan ini, terasa tidak puasa", begitulah adagium yang sudah mengakar
di Banten.
Konon menurut cerita dari orang-orang tua terdahulu, ketan bintul merupakan makanan kegemaran
Sultan Maulana Hasanuddin, seorang pangeran yang menjadi panutan masyarakat kerajaan Banten pada waktu itu. Padahal makanan ini
diketahui adalah makanan khas rakyat biasa.
Karena seorang Sultan memiliki budi pekerti yang tinggi dan selalu menjadi contoh ahlak
dan prilakunya dimata rakyatnya, maka sejak rakyat mengetahui seorang Sultan
juga menyukai ketan bintul,
Maka sejak
itulah mulai menjadi budaya, bila seseorang berbuka puasa dengan ketan bintul
maka seakan-akan menghargai dan menghormati Sultan. Dan ada kebanggaan tersendiri saat menikmatinya.
Padahal kita tahu kental bintul dilihat dari model, rupa dan bahan yang
sama dengan uli atau gemblong makanan khas lain yang ada di Banten juga. Bahkan
bahan dan cara pembuatannya tidak jauh berbeda yakni dari beras ketan. Namun masyarakat
Banten adalah masyarakat yang selalu menghargai peninggalan nenek moyangnya,
adalah hal yang wajar bila masih terobsesi pada hikayat lama, disamping itu
ketan bintul mempunyai keunikan yang membedakan dari makanan yang sejenisnya.
Biasanya masyarakat Banten khususnya Serang yang mempunyai keluarga dan
kerabat yang banyak terbiasa membuat sendiri panganan tersebut, mungkin
memanfaatkan beras ketan dari hasil panennya, tapi yang pasti untuk memberikan
suguhan yang khas
bagi para tamu dan keluarga pada saat berbuka puasa.
Ketan bintul terbuat dari beras ketan yang dikukus, setelah nampak
matang, lalu di letakan pada sebuah wadah yang sudah disiapkan, dahulu wadah
tersebut dari bekas karung beras yang terbuat dari plastik yang tidak ada gambarnya atau merknya
karena akan mengotori ketan yang akan ditumbuk ketika gambar itu luntur,
diletakan dibawah pada lantai atau semen yang rata sebagai tilam. Ketan yang
sudah dipastikan matang tersebut kemudian ditumbuk halus masih dalam keadaan panas dengan sebuah alu
kayu yang ujungnya diberi pelapis dari plastik atau alat penumbuk lainnya yang
bersih dan tidak mudah luntur.
Menumbuknyapun harus dengan tenaga yang besar, disini perlu diperhatikan
beras yang sudah menjadi ketan tersebut jangan sampai kehilangan panasnya, agar pada saat
menumbuk cepat halus dan empuk. Makanya membutuhkan kecepatan dan kecermatan
serta mengerti betul bagian-bagian mana yang belum tertumbuk.
Sambil membolak-balik penumbukan terus dilakukan hingga diyakini tidak ada bagian sedikitpun yang
tidak tertumbuk.
Memang melakukannya tidak boleh ada istirahat, karena panas yang
dikandung pada ketan akan cepat menguap dan lekas menjadi dingin, bila ini yang
terjadi ketan akan sangat keras ditumbuknya maka akan sulit mendapatkan hasil yang bagus dan
sempurna, kemungkinan juga hasilnya akan gagal.
Untuk itu pekerjaan semacam ini harus dilakukan minimal dua orang, dengan
membagi tugas saling bergantian, satu menumbuk dengan alat penumbuk berupa alu
kayu yang ada
bebannya, satu lagi membolak-balikan agar merata halusnya. Pekerjaan yang
dilakukan dua orang biasanya akan maksimal.
Bila ingin menghasilkan yang lebih bagus, gurih dan ada rasanya, pada
saat pengukusan beras ketan dicampur dengan parutan kelapa dan sedikit garam. Selain itu pada saat
penumbukan harus mengerahkan tenaga yang besar. Waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan ukuran 5 kg beras ketan memakan waktu tidak kurang dari 1jam.
Apabila sudah terlihat rata halusnya yang ditandai lengketnya uli (ketan yang sudah
ditumbuk halus), segera beberkan atau dibentuk sesuai keinginan tebal dan
ukurannya, yang umum dijajakan pedagang biasanya berbentuk wajik yang dibungkus
dengan daun pisang, agar awet dan tetap nampak kelihatan putih.
Setelah itu siapkan
parutan kelapa sesuai kebutuhan, lalu disangrai (digoreng tanpa minyak goreng),
sampai terus diaduk-aduk agar merata matangnya. Kalau sudah nampak
kecoklat-coklatan ditiriskan beberapa menit, kemudian digerus dengan
menggunakan alat penggerus dari batu kali yang umum dipakai oleh ibu-ibu rumah tangga, sampai halus
benar.
Bila sudah halus tambahkan gula pasir dan garam halus, satukan biar
merata benar manis dan asinnya. Untuk menggugah selera ambil cabai merah
secukupnya, iris kecil-kecil memanjang. Kemudian buatlah goreng bawang merah agar harum dan
beraroma, Pisahkan dengan bubuk sangrai kelapa tadi (bintul) jangan
dicampur.